Monday 19 December 2016

Wuthering Heights by Emily Brontë

 
Kali ini saya akan mengulas tentang buku yang disebut-sebut sebagai permata literatur Inggris pada abad ke -19. Novel ini bercerita tentang seorang yatim piatu bernama Heathcliff, yang terlibat cinta dengan seorang putri dari keluarga dengan strata sosial yang lebih tinggi, Catherine Earnshaw. Kegagalannya memiliki Catherine membuat Heathcliff mengabdikan sisa hidupnya untuk membalas dendam kepada orang-orang yang pernah menghalanginya.

Saya ingat membeli buku ini di Gramedia Bintaro Plaza pada 30 April 2015, dan baru saja menyelesaikannya pada 18 Desember 2016. Satu-satunya alasan mengapa saya sangat lama menyelesaikan buku ini, dan sempat menyelipkan beberapa buku lain di antaranya, adalah karena buku ini terlalu berat untuk saya. Im not trying to be popular by giving unpopular opinion, but, dari sudut pandang orang awam yang tidak mengerti karya-karya sastra, bagi saya buku ini cukup membuat saya berpikir sedikit lebih keras. Terutama pada penggunaan bahasa -saya membaca edisi terjemahan tentunya-, di mana terdapat banyak kiasan, baik sebagai kata ganti sang tokoh, atau kalimat-kalimat lainnya.

Untuk orang seperti saya yang terbiasa dengan bacaan ringan dan mudah dimengerti, tentunya membaca Wuthering Heights memerlukan konsentrasi dan mood yang lebih baik. Pada bab-bab awal sangat terasa bagaimana sulitnya saya menyatu dengan alur cerita ini. Tetapi ketika memasuki bab 20 ke atas, saya tidak ingin melepaskan buku ini, ya walaupun masih dengan effort yang sama besarnya, namun setidaknya saya sudah mulai membaur dengan alurnya.

Pada awalnya saya mengharapkan permainan emosi yang membolak-balikkan perasaan tersaji dalam buku ini, berdasarkan apa yang saya baca dari sinopsis yang tertera di belakang bukunya. This is just me atau memang saya kurang menemukan sisi cinta tragis yang menyayat hati, selain kekejaman tokoh Heathcliff yang mendominasi di sini, membuat saya lebih merasakan aura dendam yang tercipta dari buku ini. 

Itu dari sisi cerita, tapi dari segi kepenulisan, saya benar-benar kagum dengan gaya kepenulisan seperti ini, walaupun agak musingi, hehe. Jadi, bagi kawan-kawan yang terbiasa membaca tulisan dengan tema ringan sebagai hiburan (saya doang sih ini kayaknya, hehe), ada baiknya tidak mencantumkan Wuthering Heights dalam daftar kalian. Tapi tidak ada salahnya membaca karya-karya semacam Wuthering Heights untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dan menajamkan pikiran, serta emosi.


Penilaian: 4/5
Judul buku: Wuthering Heights
Judul asli: Wuthering Heights
Penerjemah: A. Rahartati Bambang Haryo
Jumlah halaman: 584 halaman
Penulis: Emily Bronte
Penerbit: Qanita
ISBN: 978-602-1637-64-7

No comments:

Post a Comment