Friday 3 February 2017

Terima Kasih Paling Tulus

Malam ini aku menemukan hal baru, yang jarang dijumpai zaman sekarang, saat kepalsuan tengah marak menjadi suatu kebutuhan.
Di mana ulas senyum menyembunyikan deretan benci di baliknya.
Di mana maaf tak lagi berat diucapkan.
Di mana lara tak lagi tersembunyi.
Di mana canda tawa terlalu dibuat-buat.
Di mana terima kasih diungkapkan dengan cara berbeda.


Aku masih menemui ketulusan itu padamu, anakku. Seorang anak laki-laki, yang kebetulan garis takdir menuntunnya untuk berjumpa denganku, menjadi muridku. Seorang anak laki-laki, yang belum lagi mengenal bahwasannya dunia sesungguhnya lebih menakutkan daripada ulangan mendadak atau razia rambut.

Seorang anak laki-laki yang tiba-tiba saja datang ke ruang guru, mengeluhkan bahwa ia tak sanggup lagi menghadapi ulah kakak kelasnya, yang tak henti mengganggu ia dan teman-teman sekelasnya sehingga mereka merasa takut, bahkan tertekan. Tipikal senior pada umumnya, menunjukkan bahwa dirinya ingin dihormati, dengan cara mereka sendiri.

"Terima kasih, Miss."
Desah pelan ucapannya yang masih dikuasai gemetar, terpancar tulus dari raut wajahnya. Ucap yang ia tujukan sembunyi-sembunyi, di balik punggungku dan teman-temannya. Kilas wajahnya membuatku menghentikan langkah beberapa saat, hingga bayangnya hilang dari hadapanku. Ketulusan murni seorang anak, tanpa kepalsuan. Apa yang telah ku perbuat? Bukan hal besar. Bukan hal sulit. Tapi sangat berarti baginya, bagi anak itu.

Don't grow up too fast, kid. It's a trap.

No comments:

Post a Comment