Friday 10 February 2017

Laki-laki Hari Jumat

Jumat pertama, tepat satu tahun yang lalu. Dalam kegelapan malam, hanya pantulan kotak bening berbingkai hitam yang dapat aku tangkap dari wajahmu. Tidak ada hasrat yang berdesir. Hanya ketidaksengajaan. Kau teracuh begitu saja.

Berpuluh Jumat berlalu. Datang suatu Jumat cerah di bulan Juli, kali ini berbeda. Kacamata berbingkai hitam itu tidak lagi biasa. Ia bernyawa.


Tiba-tiba aku ingin hari Jumat. Aku rindu hari Jumat. Menanti Jumat tidak pernah semenyenangkan ini. Se-tidak-sabar ini.

Tujuh hari dalam satu pekan. Dua puluh empat jam dalam satu Jumat. Sedetik kelebat bayangmu sangatlah berarti untukku.

Jumat selanjutnya, aku hanya bisa berlindung di balik dinding abu. Dengan tatapan menggebu.

Jumat berikutnya. Kita bertatap, kita bersapa. Dalam acuhmu, aku sekarat.

Jumat-jumat lainnya, tetap sama. Aku tenggelam dalam usahaku mencuri perhatianmu, di antara serakan percakapan kita yang menggantung.

Pernah suatu kali takdir membawa kita pada Senin yang dingin, seperti pertemuan singkat kita yang aku sengajakan, yang aku ada-adakan.

Pada Selasa yang taksa, seperti sapamu yang menggoyahkan pengabaianku, mengenyahkan perasaan ini.

Pada Rabu yang kelabu, seperti kehadiranmu yang tanpa permisi, di tengah-tengah usahaku melupakanmu.

Pada Kamis yang manis. Semanis senyummu yang terselip di antara percakapan singkat kita yang tak pernah habis ku nikmati. Manis dan adiktif.

Tapi Jumat tetaplah favoritku. Jumat terakhir, saat bahagiaku persis seperti kopiku, meluap. Menemani malam kita yang dingin dan berangin. Di tengah-tengah percakapan lewat tengah malam kita, aku temukan lagi indahmu, laki-laki hari Jumat.

Aku temukan lagi diriku yang ternyata masih terjerat ulas senyum di bibir tipismu, wahai laki-laki hari Jumat.

2 comments:

  1. wow ..... wahai laki laki hari jumat, sadarlah.....ada wanita yang terpikat, inginkan kau mendekat, dekat yang tanpa sekat.

    ReplyDelete