Aku
memang tidak seperti kakak yang lain, yang selalu memenuhi apa yang tidak
dipenuhi oleh Ayah Ibu kepada kalian.
Bukan,
bukan aku tidak mau. Bukan juga tidak bisa. Aku hanya ingin kalian mampu
bertopang pada bahu kalian sendiri, sehingga jika nanti Ayah Ibu telah tiada,
kita dapat saling bahu membahu mempertahankan apa yang telah dibangun oleh
mereka selama ini.
Aku
juga tidak seperti kakak yang lain, yang dengan mudah mengucap kasih dan sayang
di hadapan semua orang.
Ya,
memang itulah kelemahanku. Gengsi yang berada di tengah namaku, menguasai
segalanya. Tapi aku tidak pernah lupa menyelipkan kasih sayang itu di
malam-malam saat selimut kalian tersibak. Aku datang menghalau zombie-zombie
dalam mimpi burukmu, Bungsu. Atau di saat kalian kelaparan ketika Ibu tak
kunjung pulang. Atau terkadang, di dalam sekotak Burger, titisan bonus lemburku
yang tidak seberapa.
Seringkali
aku kasar, tak jarang aku membuatmu menangis, bungsu kecilnya Ibu. Bukan, bukan
aku iri atas segala kemanjaan yang diberikan oleh Ayah Ibu kepadamu. Melainkan,
aku hanya ingin kau tahu bahwa hidup ini tidak hanya perkara senang, tapi juga
sedih. Bukan hanya putih, tapi juga hitam. Kau adalah Si Bungsu. Harapan paling
sempurna dari Ayah Ibu.
Teruntuk
adik-adikku tersayang. Aku tahu, berat rasanya pergi merantau jauh dari Ayah
Ibu demi secarik ijazah pengakuan pendidikanmu. Aku tahu persis, bagaimana
hangatnya selimut di rumah di tengah-tengah dinginnya dinding asrama. Tapi
percayalah, kalian akan merindukan semua itu. Merindukan rasanya belajar di
saat perut berbunyi penuh atraksi. Di saat harus memikirkan ujian esok hari,
atau hujan yang tak kunjung reda mengancam jemuran kalian. Percayalah, Ayah Ibu
tidak pernah bermaksud untuk menyiksa kita dengan cara seperti itu. Mereka
hanya ingin kita tahu, bahwa hidup ini tidaklah mudah. Bahwa mempertahankan
keluarga ini pastilah lebih sulit dibandingkan saat mereka membangunnya.
Keep
loving, dearest siblings.
Love,
Your “Kak Ros”.
No comments:
Post a Comment