Saturday 11 February 2017

Kehangatan Itu Bernama Toleransi

Kepada: Sahabat-sahabatku di Barat Indonesia

Februari ini tepat 3 tahun kita mengukir memori di antara debur ombak Pulau Pramuka. 30 hari, yang dilebih-lebihkan, tinggal bersama kalian aku belajar apa itu toleransi yang sesungguhnya. Teori yang telah aku dapatkan di bangku sekolah selama bertahun-tahun, kini dapat aku pahami seutuhnya.


Toleransi adalah saat kau, Ira dan Safrina, mengecilkan suara film yang sedang kalian tonton, tanpa permintaanku, saat aku menggelar sajadah untuk ibadah wajibku.

Toleransi adalah saat aku menunggu lebih dari dua menit, mendengarkan dengan teguh alunan doa dan puja-puji yang menguntai panjang, untuk segenggam kehangatan saat makan malam yang sederhana.

Toleransi adalah saat kau, Immanuel, mengucapkan selamat saat Hari Kemenangan-ku tiba, yang tanpa pernah kau permasalahkan karena aku hanya bisa membalasnya dengan doa-doa baik yang terus mengalir, bukan dengan ucapan selamat yang sama saat Hari Raya-mu.

Toleransi adalah saat aku bersimpuh melantunkan ayat demi ayat, dan kalian, Ira dan Safrina, menundukkan kepala dengan tangan yang tergenggam dan kitab suci di pangkuan, di ruangan sempit itu kita bersama memecah keheningan fajar bahkan sebelum matahari menampakkan sinar terangnya.

Aku rindu, rindu saat kita ber-enam duduk di tepian dermaga, dengan gitar di pangkuan Rasi, kita melantunkan lagu-lagu indah di tengah gemuruh angin dan ombak laut yang saling beradu.

Apa kabar kau, Fahmi? Gelegar suaramu yang setiap pagi membuat kami terlonjak dari mimpi, masih jelas bergema di telingaku.

Hanya laut dan darat yang dapat memisahkan kita.
Bukan lagi perihal keyakinan siapa yang paling benar.
Melainkan, bagaimana menjalankan dengan baik apa yang sudah kita yakini.

Miss you much, guys.

Salam hangat dari Pulau Jawa.

No comments:

Post a Comment