Wednesday 4 January 2017

The Girl On The Train by Paula Hawkins


Yak, satu lagi buku dengan tema kriminal selesai saya baca. Saya sampai lupa bikin ulasannya, padahal buku ini saya selesaikan sebelum membaca Kill!-nya Michael Marshall.  Jujur saja, pada awalnya saya tertarik dengan sinopsis yang tertulis di sampul belakang buku ini dan iming-iming "akan difilmkan" yang tertera di sampul depannya. Ternyata rasa penasaran saya akhirnya terbayar setelah saya melarutkan diri di dalam buku ini.

The Girl On The Train berkisah tentang hilangnya seorang wanita secara misterius, dengan tidak meninggalkan bukti-bukti yang signifikan. Hingga pada akhirnya sang suamilah yang menjadi tertuduh utama dalam kasus ini sebagai pelakunya. Satu-satunya saksi yang melihat kejadian itu seutuhnya justru memiliki gangguan ingatan akibat terlalu banyak meminum alkohol. Sounds familiar, right? Mungkin bisa dibilang novel ini memiliki kemiripan dengan Gone Girl tentang menghilangnya seorang gadis secara misterius dan sang suami yang tidak mengetahui apa-apa. Atau mirip dengan Before I Go To Sleep yang bercerita tentang wanita yang memiliki gangguan ingatan, padahal ia satu-satunya orang yang mengetahui siapa pelaku yang membuat dirinya amnesia. Tetapi tidak. Novel ini memiliki cerita dan ciri khasnya sendiri.

Paula Hawkins membawa pembaca dalam potongan alur dan sudut pandang yang berbeda. Perlu konsentrasi yang cukup tinggi untuk memahami jalan cerita yang dibuat, terutama pada perubahan sudut pandang tokoh yang menceritakan kisah di tanggal-tanggal yang berbeda. Hawkins membuat potongan puzzle sedikit demi sedikit terkuak dengan membukanya perlahan-lahan di setiap bab yang ditandai dengan nama tokoh dan tanggal kejadian. Agak memusingkan memang, tapi itulah tantangannya.

Bercerita tentang Rachel, seorang istri yang ditinggalkan suaminya, yang kini harus berhadapan dengan masalah ketergantungan alkohol. Ia harus berpura-pura pergi bekerja setiap hari menggunakan kereta, padahal ia sudah dipecat beberapa bulan sebelumnya. Di kereta itulah ia disuguhkan pemandangan yang sama setiap harinya, rumah lamanya yang berada di tepian rel kereta, yang kini ditinggali oleh mantan suaminya, Tom, dengan istri barunya, Anna. Ia juga menciptakan ilusi atas kehidupan tetangganya yang menurutnya sangat sempurna, Megan dan Scott Hipwell. Masalah dirinya yang tidak bisa move on dan ketergantungan dengan alkohol bukannya jarang membuatnya terlibat kasus. Sebut saja ia tiba-tiba muncul di rumah lamanya dan menggendong Evie, putri Anna dan Tom, keluar rumah. Ia bahkan tidak ingat apa yang menyebabkan dirinya bertingkah demikian. Hingga suatu hari, masalahnya dengan alkohol membawanya terjebak ke dalam suatu kasus yang sedikit banyak mengarah kepada dirinya.

Rachel ternyata terkait dengan kasus hilangnya seorang wanita, yang ternyata adalah orang yang selama ini ia perhatikan setiap hari. Namun ia tidak dapat memberikan penjelasan apa-apa lantaran gangguan ingatan yang dimilikinya akibat ketergantungannya terhadap alkohol. Akhir dari cerita ini benar-benar twisted. Saya dibawa ke sana ke mari oleh Hawkins, untuk menebak-nebak siapa pelaku sebenarnya dari hilangnya seorang wanita yang memiliki kehidupan sempurna itu. Bunuh diri? Pekerjaan yang bagus dan suami yang baik rasa-rasanya bukan merupakan hal yang buruk sehingga membuat seseorang ingin melakukan bunuh diri. Hawkins cukup jenius, saya kira. Membuat ending cerita yang cukup mindblowing.


Penilaian: 4/5
Judul buku: The Girl On The Train
Judul asli: The Girl On The Train
Penerjemah: Ingrid Nimpoeno
Jumlah halaman: 430 halaman
Penulis: Paula Hawkins
Penerbit: Noura Books
ISBN: 978-602-0989-97-6

No comments:

Post a Comment