Monday 2 January 2017

Kisah Earphone dan Kopi di Kamar 307 (TWC Batch 6: Day 2 and 3)



Seperti sebelumnya, TWC Batch 6 hari selanjutnya masih berisikan tentang materi-materi seputar penulisan, yang tentunya dibawakan oleh para narasumber handal di bidangnya. Saya memulai hari dengan setengah nyawa, di mana setengahnya lagi masih berada di tempat tidur karena malam sebelumnya saya habiskan sampai pukul 2 untuk menyelesaikan writing challange dari panitia dan tugas personal branding yang diberikan dari Pak Darma itu 😅. Ditemani dengan hawa dingin AC kamar, dan hawa dingin dari alam lain, yang makin kuat terasa kala saya menyadari bahwasannya malam itu adalah malam Jum'at. Ya gapapa sih sebenarnya. Cuman kan, teman sekamar sudah di alam mimpinya masing-masing, lampu kamar juga sudah dimatiin. Kalau diterusin yang ada saya peluk guling, dengerin lagu All I Ask-nya Adele sambil galauin mantan. LAH.


Untungnya ada LED USB buat menerangi lorong hati yang gelap ini, eh, maksudnya menerangi keyboard laptop, dari Miss Tari, guru TIK di sekolah tempat saya bekerja. (Abis ini jangan lupa transfer ke rekening saya ya Miss). Ya lumayan lah, gak gelap-gelap amat jadinya.


Kembali ke-kegalauan pagi hari yang sudah diawali oleh perasaan Serba Salah kayak Raisa. Mau ngopi, tapi maag lagi kambuh, gara-gara kemarin ngopi item 2 kali. Gak ngopi, tapi bawaannya pengen ngegaruk orang kalau ngantuk banget gini. Akhirnya saya putuskan untuk minum obat maag, lalu saya lanjutkan dengan minum kopi Lee Min Ho yang agak ringan. Hasilnya kayak gini:

Source: 9gag.com
Sebelum materi dimulai, hari kedua dibuka dengan pengumuman peserta terbaik writing challange. Yak ternyata kembali nama saya yang disebutkan oleh panitia, hehe. Pulang-pulang bisa sewa becak buat bawa hadiah, nih. Nah, kalau gini kan gak jadi ngantuk, adrenalin terpacu lagi, hehe. Terima kasih panitia, dan Pak Darma atas bukunya. :)

Hadiah writing challange tentang hari pertama TWC
Hadiah personal branding, buku karya Pak Darma. Keren.
Pertemuan hari kedua diisi dengan berbagai materi yang terkait dengan kisah-kisah nyata dari sang narasumber. Seperti Om Jay yang membawakan berbagai kisah-tak-terduganya yang berawal dari menulis. Disusul dengan Cak Imam Suwandi, jurnalis MetroTV yang membawakan materi tentang etika-etika jurnalisme. Beranjak sore hari, para peserta disuguhkan dengan berbagai macam tutorial Google Tools yang disajikan oleh Pak Bhay dan tim (Pak Steven dan Bu Deasy). Selanjutnya ada Pak Thamrin Sonata dari Peniti Media, yang menjelaskan bagaimana cara menerbitkan buku sendiri (interesting much, huh?). TWC Batch 6 juga kedatangan tamu lain dari alumninya, yang kini sudah menerbitkan buku juga, Atjih Koerniasih, S.Pd, yang kembali berbagi tips sukses menulisnya. Malam harinya kami disambut dengan Pak Ukim Komarudin, penulis beberapa buku yang juga pernah menjabat sebagai kepala sekolah Labschool Kebayoran, gaya bahasanya yang cuek, ditambah dengan diksi-diksi yang beliau campur adukkan, membuat saya sama sekali tidak merasa bosan, malah ingin sesi yang lebih panjang lagi. Hehe. Sesi penyampaian materi ditutup oleh Pak Andri Yulianto dari Sekolah Alam, mengenai STUDENT Coaching, namun, jujur saja, akumulasi kafein di tubuh saya nampaknya sudah tidak lagi berdampak sebagaimana mestinya.

Sesi Pak Andri bukanlah penutup malam panjang saya saat ini. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, panitia sudah menyiapkan kejutan yang lebih besar. Jika malam sebelumnya para peserta 'hanya' diminta untuk menyelesaikan tulisan mengenai pengalaman hari pertama di TWC Batch 6, maka kali ini kami diminta untuk membuat tulisan mengenai pengalaman yang paling berkesan saat mengajar, SEBANYAK 20 HALAMAN. Yang dimulai dari pukul 10 malam. TRIMS LOH PANITIA BAIK BANGET :'). CRY SEKEBON. Bagi saya, bukan perihal 20 halamannya. Masalahnya, saya tidak punya pengalaman mengajar yang paling berkesan. Mengajar baru satu tahun, jam-nya juga dikit banget. Pas kuliah juga cuman beberapa kali ngajar gantiin dosen gak masuk.

Tetapi bukan calon penulis namanya, kalau gak punya persiapan. Lepas Maghrib tadi, Bu Eni dan Bu Asih, dengan segenap niat dan jiwa raga, pergi ke seberang Wisma UNJ, membeli earphone. Saya yang masih tepar, cuman bisa nitip. "Beli yang mabelasrebuan aja, Bu. Sekali pake sekali pake deh.." Untuk apa? Mengantisipasi bahwasannya kali ini kami tidak diperbolehkan keluar ruangan lagi selama challange berlangsung. Earphone sangat dibutuhkan untuk menangkal godaan dari luar sana. Sementara di kamar, ternyata Bunda Yuzelma membawa kopi asli dari tanah Sumatera. Makin semangat saya. Inimah gak ada alasan gak bisa nulis. LOOK AT US, PANITIA, LOOK AT US, DO WE LOOK LIKE WE'RE WEAK? THIS IS SPARTAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!



Ki-Ka: Shake punya Bu Asih, kopi punya saya, Bu Eni, dan Bunda Yuzelma
Dengan gagah beraninya saya menghadapi challange dari panitia, bermodalkan kopi dan earphone seharga dua puluh ribu rupiah, yang ternyata lumayan juga, hehe. Sampai akhirnya tidak terasa waktu menunjukkan pukul 23.30 dan nyatanya saya baru dapat 4 lembar. he. he. he. Tulisan yang random lagi. Melenceng jauh dari outline yang sudah saya buat. Ternyata saya emang lemah, hiks. Kopi Sumatera-nya sih memang nampol banget. Mata melek banget. Tapi badan gak bisa bohong. Bahkan dari malam sebelum TWC Batch 6 saya sudah kurang tidur. Ini obatnya cuman 2, kalau gak ditemenin Nicholas Saputra ya, tidur, bareng........ temen-temen maksudnya. This image pretty much sums up my life:

Source: 9gag.com
Menjelang pukul 12 malam saya putuskan untuk kembali ke kamar 307. Sudah ada Bunda Yuzelma dengan laptopnya di atas meja, Bu Asih dan Bu Eni di atas tempat tidurnya masing-masing. Menit demi menit berlalu, dan para pejuang SPARTA 307 pun satu persatu berguguran. Akhirnya pada pukul 2 malam saya memutuskan untuk tidur, kala itu sudah selesai 13 lembar yang saya tulis, masih dengan ke-random-an yang jauh dari kerangka. Pukul 4 saya terbangun dan langsung buka laptop, nampak seperti baru dapat wangsit dari alam mimpi. Jeda sholat subuh sebentar, dan akhirnya selesai 20 lembar pada pukul 7.00 pagi. Bunda Yuzelma sudah pergi meninggalkan kami tanpa saya sadari, tenang, beliau cuman turun ngambil sarapan. Bu Eni dan Bu Asih sudah satu langkah di depan saya, mereka ternyata sudah mandi pagi!

Kondisi terakhir kamar 307 pasca malam kerusuhan
Pagi ketiga di TWC Batch 6 diisi dengan melanjutkan penulisan cerita bagi yang belum selesai. Sebagian jiwa saya berteriak, tau gitu ngapain semaleman grasak grusuk kalau ternyata paginya boleh ngelanjutin 😭😭😭😭. Beranjak ke siang hari, materi dilanjutkan oleh Pak Bhayu, kembali dengan tutorial Google Tools-nya, kali ini beliau single fighter, hehe. Sesi materi ditutup oleh Mas Iskandar dari Kompasiana, yang membawakan seluk beluk media Kompasiana.

Akhirnya! Kisah kami ber-dua puluh disatukan dalam sebuah buku antologi berjudul "Bukan Guru Biasa", yang akan segera terbit! Banyak hal yang saya dapatkan dari TWC Batch 6 selain inspirasi dan motivasi untuk menjadi seorang penulis, rasa kekeluargaan yang terbangun di sini juga sangat kuat, terutama saya rasakan di kamar 307, para srikandi yang menemani saya selama 24 jam selama 3 hari. Bunda Yuzelma dari Pekanbaru, meskipun beliau sudah menerbitkan 2 buku sebelumnya, beliau rela membagikan ilmunya kepada kami, terutama saya, tanpa ada kesan menggurui. BTW, terima kasih atas bukunya, Bunda :). Bu Eni dari Sukabumi dan Bu Asih dari Tangerang, juga merupakan teman sekamar yang asik. Saya sama sekali tidak menemukan jiwa "mak-mak rempong" terpatri dalam diri mereka. Semuanya asik. Bahkan ke-random-an saya sebagai anak yang paling kecil, dapat diterima dalam lingkaran mereka. Begitu juga dengan teman-teman peserta dan panitia yang lain, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. I miss you already, guys!

Ki-Ka: Saya, Bunda Yuzelma, Bu Eni, dan Bu Asih. P.S.: Abaikan penampakan di belakang kami.

14 comments:

  1. Bu Azkiya salam kenal ya. Tulisannya membawa saya pada twc 3 dan 5 yang juga pernah saya ikuti. Susah untuk move on nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal Bu Atjih.. Susah bangetttt, saya juga masih belum move on T-T huhu keren banget soalnya, hehehe

      Delete
  2. Hahaha...akhirnya terbuka juga rahasia kehebohan kamar 307. Kopi...mana kopi.... Gorengan mana gorengan.... Untuk aku nggak tergoda. Xixixi...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe aku ingin jadi kayak Bu Asih yang bisa lepas dari jeratan gorengan dan kopi wkwk

      Delete
  3. Adeuh.... jadi ada dua sumber angin dingin ya bu Azkiya? saya di kamar 312 sendirian aman saja tuh? cuma dinginnya AC yang terasa, nggak ada sumber dingin yang lain hehehe.... Tapi nggak sampai merinding kan?

    Salam dari pinggiran kota Betawi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin Pak Dian saat itu sedang fokus hehehe

      Salam dari pinggiran kota Jakarta, alias Bekasi :D

      Delete
  4. Kopi Sumatera yg kunanti di kamar 312 tak kunjung datang.... Disitu kadang saya merasa sedih..hihihooo...

    ReplyDelete
  5. Kereeen ga salah deh jadi maskotnya TWC #6,dah cantik berbakat pula.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe aku terbang deh nanti nih. Kita sama-sama belajar, Bundaa, hihi

      Delete