Halo, kawan!
Naiklah ke karapas-ku. Tidak perlu takut, kalian hanya perlu pegangan yang erat. Mirip seperti naik kuda, kok. Hihi.
Bersiap... 1... 2... 3... meluncur!
Bagaimana? Rasanya seperti terbang kan?
Sedikit bercerita, perairan Indonesia ini adalah rumah untuk 6 dari 7 jenis penyu laut saudara-saudaraku. Banyak yah?
Eits,
sebentar, makananku datang. Kau lihat kan, benda bening transparan yang
melayang-layang itu adalah Jellio Si Ubur-ubur, favoritku, yummy!
Hap..!!
Uhuk.. Uhuk.. Bantu aku, kawan! Aku tersedak! Uhukkkkk, hoekkkk!!
Huffff,
ku kira aku akan mati tersedak, seperti Sepupu Eretmo. Syukurlah aku
masih diberi kesempatan hidup, untuk menyampaikan pesan ini padamu,
kawan.
Benda yang tadi ku kira makananku, ternyata adalah sampah
plastik dari daratan yang kembali mencemari laut. Mirip sekali dengan
Ubur-ubur, bukan? Seringkali aku dan saudara-saudaraku terkecoh, akibat
bentuknya yang serupa dengan makanan kami. Tidak sedikit dari kami yang
mati akibat tersedak sampah plastik itu, Sepupu Eretmo misalnya. Saat
itu ia sedang mencari tempat bertelur di perairan Kepulauan Seribu, yang
ternyata sudah hilang, berubah menjadi dermaga kapal. Berubahnya fungsi
pesisir pantai membuat kami kehilangan tempat untuk bertelur, salah
satu alasannya adalah karena kami tidak suka keramaian, kami butuh
ketenangan saat bertelur.
Aku belum cerita mengenai perbedaanku
dengan Tortillo ya? Itu lho, yang mirip denganku dan sering dijadikan
hewan peliharaan kalian di rumah. Iya, Kura-kura, hehe. Kami memang
bersaudara cukup dekat, berasal dari Nenek yang sama. Tapi coba kalian
perhatikan, kaki-kaki kami berbeda bukan? Kakiku mirip seperti sirip,
untuk membantuku berenang di lautan, sedangkan kaki-kaki Tortillo
dilengkapi dengan cakar. Pernah lihat kura-kura yang 'ngumpet' di dalam
cangkangnya? Nah, kalau penyu, tidak bisa melakukan hal itu, hehe.
Sebenarnya ada lagi saudara kami yang mirip, Si Triony Labi-labi,
kapan-kapan aku ceritakan.
Masalah kami bukan hanya sampah plastik
dan hilangnya tempat bertelur. Tapi juga perburuan saudara-saudara kami
oleh kaum manusia, mulai dari adik-adikku yang belum menetas, hingga
penyu dewasa seperti Paman Dermochelys yang diambil untuk dijadikan
souvenir, bahan makanan hingga kosmetik. Perburuan liar itu semakin
tidak terkendali saat ini, hingga status kami ditetapkan sebagai
"terancam punah".
Lantas apa yang harus kalian lakukan dalam membantu kami?
Pertama-tama,
kurangi pemakaian plastik. Selain karena akan mencemari darat dan laut,
sampah plastik juga membahayakan kehidupan kami. Plastik pengikat
minuman kaleng misalnya, seringkali tersangkut di tubuh kami, sehingga
mengganggu pertumbuhan dan keseimbangan kami. Belum lagi sendok/garpu
plastik yang tidak jarang tersangkut di mulut dan hidung kami, sangat
mengganggu pernapasan. Kami tidak punya jari-jari tangan yang sempurna
seperti kalian, sehingga sulit bagi kami meloloskan diri saat
plastik-plastik itu terperangkap di tubuh kami.
Jadilah wisatawan
yang bijaksana. Dengan mengetahui titik-titik lokasi peneluran penyu,
maka kalian akan menghindari segala kegiatan di lokasi tersebut sehingga
kami dapat bertelur dengan tenang. Hindari juga kontak langsung dengan
kami, cukup lambaikan tangan dari jauh dan katakan "Hai!", aku sudah
bisa mendengarmu, kok. Bukannya aku sombong, tetapi kebanyakan
saudara-saudaraku itu pemalu, hihi. Satu lagi yang paling penting,
jangan pernah membeli apapun yang berasal dari tubuh kami. Telur? Masih
ada telur si Chiko Ayam dan Duckie Si Bebek yang lebih besar dan enak.
Souvenir? Cukuplah dengan membeli kaos-kaos atau tas dengan rajutan
gambar wajah kami, hehe, sekalian bantu Pak Sulam dan kawan-kawan
melariskan dagangannya. Daging? Masih ada daging Si Momo Sapi yang enak
sekali jika dipanggang. Yum!
Satu lagi aku ingin sampaikan,
terima kasih kepada kawan-kawan yang sudah membantu kami dengan
membangun pelestarian dan penangkaran penyu, semoga perbuatan baik
kalian dibalas dengan kebaikan. Amin.
Ketika laut bukan lagi tanggung jawab siapa-siapa, melainkan tanggung jawab kita bersama.
No comments:
Post a Comment