Friday 16 June 2017

If Only We Had More Time

Teruntuk, kau yang sedang merasa dikhianati.
Inilah hidup, tak pernah sesuai dengan ekspektasi. Ia yang kau anggap kawan, kini berteman dengan lawan. Ia yang kau anggap kasih, genggam tangannya tak lagi untukmu. Ia yang kau sebut hati, kini berpaling dan enggan mengikuti langkah kaki.


Dear, you.
Bila waktu mengizinkan kita untuk bertemu, biarkan ku rengkuh dirimu, melepaskan pisau yang terlanjur menancap dalam oleh orang yang memelukmu sebelum aku. Terkadang, seseorang memberikan pelukannya hanya untuk menghujamkan belatinya lebih dalam hingga membuat kau semakin tertunduk, tertunduk, dan akhirnya mati sia-sia. Ya, kepercayaan bisa se-menyakitkan itu. Sekarang, bangunlah, tak ada lagi pisau di punggungmu. Berjalanlah dengan tegak, walau kita tak lagi berada di jalan yang sama.

Jika saja waktu kita masih banyak, maka biarkanlah aku menyatukan pecahan kaca di hatimu, meski retak itu masih akan ada. Biar, biarkan retak itu tetap di sana. Retakan itu adalah bukti, bahwa kau pernah hancur dan kini telah bangkit kembali. Biarkan pecahannya mengisi tiap relung hatimu dengan acak, itu yang akan membuatmu kuat.

Aku ini hanya fase, untuk menyembuhkan luka-lukamu. Sekarang pergilah, temui aku saat kau sudah kembali berdiri tegak.

No comments:

Post a Comment