Sunday 2 February 2020

Alone-alone Asal Kelakone Part 1: Pahawang, Lampung


Yak kali ini kita kembali pada tahun 2017 alias basi banget bro. Kelamaan nangkring di folder draft, akhirnya hari ini published ya. Ini pertama kalinya saya traveling sendirian, secara impulsif tentunya. Setelah sebelumnya pernah sendirian tinggal sebulan di pulau orang tahun 2013, tapi itu itungannya magang ya, dengan traveling tipis-tipis aja HAHA.

Liburan akhir tahun 2017 sejujurnya saya tidak punya rencana apa-apa selain marathon serial, tidur, makan, tidur lagi, seperti tahun-tahun sebelumnya. Hingga suatu ketika sahabat saya membagikan pos dari sebuah akun instagram tentang diskon besar-besaran tiket pesawat. Jakarta-Jogja 100ribu saja, damn! Seketika itu juga, entah dirasuki apa, saya langsung mengunduh aplikasi penunjang perjalanan, sebutlah traveloka. Berjam-jam saya habiskan untuk mencari hotel, tempat wisata, tidak hanya di Jogja, melainkan kota-kota lain hingga Medan!

Saya yang lebih menyukai melakukan perjalanan di luar musim liburan, yang mana adalah kurang mungkin dengan status saya sebagai pegawai sekarang, entah mengapa sangat impulsif untuk menjalani liburan akhir tahun kali ini di luar rumah seperti orang-orang, alias jalan-jalan. Tentu saja yang saya lakukan ini dapat dikatakan terlambat, mengingat liburan akan datang kurang dari dua pekan lagi. Tiket kereta sudah full-booked, juga tempat-tempat menginap yang sesuai budget dan berlokasi strategis. Hingga pada akhirnya saya pasrah, ke mana aja deh yang penting jalan!

Perdebatan demi perdebatan, berakhir pada sahabat saya yang memutuskan untuk tidak ikut karena suatu alasan, padahal dia yang memantikkan api semangat ini. HAHAHA. Api sudah terlanjur berkobar, bung! Semangat saya masih membara. Akhirnya saya putuskan untuk berangkat sendiri ke tempat yang paling saya butuhkan: LAUT. Pilihan saya jatuh pada beberapa tempat: Kepulauan Seribu (untuk yang ke sekian kalinya, dan tak akan pernah bosan), Karimunjawa, Krakatau, dan Pahawang. Kepentok izin orang tua, maka Karimunjawa tereliminasi, akhirnya pilihan jatuh pada Pahawang, yang sebetulnya hanya mengantongi kata 'terserahlah' dari babeh alias doi pusing juga kali anak perawannya ini kalo di rumah misuh-misuh mulu, takut gila kalo ga diizinin pergi.

Untuk perjalanan kali ini saya bergabung dengan open trip dari sebuah perusahaan travel. Inginnya sih solo trip seperti junjungan saya, Mbak Trinity, tapi masih banyak keraguan dan ketakutan jadi ya ikut open trip saja, sekalian belajar mengenali medan sebelum jadi solo traveler sungguhan. Tapi walaupun open trip, saya tetap saja sendiri di tengah keramaian, berangkat dari rumah sendiri, di lokasi juga lebih sering jalan sendiri, jadi ya semi-solo travel lah. HAHA.

Jakarta, 23 Desember 2017, 17:00 WIB
Tibalah hari yang saya nantikan, Sabtu 23 Desember 2017. Meeting point (mepo) kali ini ada di GBK Pintu 5, Senayan pukul 8 malam, saya berangkat dari rumah pukul 5 sore ke stasiun Kranji dan tiba di stasiun Sudirman pukul setengah 7 malam. Setelah drama lari-lari di Manggarai dan dua kali ganti Gojek karena nyasar di Sudirman, akhirnya saya tiba di mepo pukul 21:30.

Masih ada waktu 30 menit lagi sebelum rombongan berangkat, saya pun duduk-duduk setelah melaporkan kehadiran dan menata barang bawaan. Sepanjang perjalanan dari GBK ke Merak saya tertidur pulas. Perjalanan malam itu lancar dan tiba di Merak sekitar pukul 12 malam. Satu jam kemudian rombongan sudah berada di dalam kapal.

Ini kali pertama saya menyebrangi pulau melalui pelabuhan besar, juga kapal besar, jadi agak norak ya. Dari mulai masuk gerbang Pelabuhan Merak, lalu bis ngantri untuk masuk ke kapal, dan ketika saya turun di dalam "parkiran" bis di lambung kapal. Ketika saya naik, para penumpang sudah berada di tempatnya masing-masing, sedangkan saya masih berkeliling mencari titik yang tepat untuk menikmati deru angin malam laut. Deru angin tengah malam Selat Sunda, aroma laut, dan kerlip lampu-lampu entah dari ujung mana, membuat saya benar-benar menikmati perjalanan selama kurang lebih tiga jam itu. 
Nyender di pinggir pager ampe masuk angin
Selama di atas kapal, saya tidak menemukan tempat untuk duduk karena banyak penumpang yang menggunakan lebih dari satu kursi untuk selonjoran. Saya yang mengantuk ini akhirnya berkeliling kapal dan menemukan fasilitas sewa daya charger handphone sampai full seharga Rp 10.000,00.

Minggu, 24 Desember 2017, 03:00 WIB

Pukul 3 pagi kapal merapat di Bakauheni dan saya kembali melanjutkan tidur saya di dalam bis. Ternyata perjalanan masih panjang, kapten! Saya menyambut sunrise di tengah kelok dan tanjakan jalan Sumatera. Hutan, laut, sawah, semua bersatu dengan warna kuning cerah di ujung timur, membuat saya tak henti mengucapkan syukur.
Jam 4 pagi mampir di sini

Pukul 6 pagi rombongan tiba di Ketapang dan dilanjutkan dengan sarapan. Pukul 8 pagi kami sudah berada di kapal menuju Pulau Pahawang! Kegiatan pertama dan yang paling dinanti adalah snorkeling tentunya. Kapal membawa saya ke tiga titik snorkeling yang memang umum disinggahi oleh wisatawan.
Dermaga Ketapang
Mungkin sudah banyak yang tahu keindahan laut Pahawang, dengan taman bawah airnya. Sejujurnya kembali ke pernyataan saya di awal, bahwa saya kurang menyukai liburan pada saat musim liburan, ya ini. Ramai! Laut penuh, air keruh. Tapi udah jauh-jauh ke Pahawang tentunya tidak membuat saya menyerah. Saya berenang ke titik yang menjauh dari keramaian, dan ya, saya menemukan apa yang saya cari.

Anak-anak kesayangan saya, Bintang Laut Biru Linckia laevigata, bertebaran di mana-mana. Bantal Laut Culcita sp. pun demikian. Juga beragam lili laut dengan warna-warninya yang cerah juga masih terjaga dengan baik. Tadinya saya mau berenang lebih jauh lagi untuk menemui Acanthaster planci, tapi saya sudah 'ditegur' dengan kemunculan seekor ular laut yang berenang melengang di hadapan saya dengan santainya, yang saya kira tali jangkar dan hampir saya pegang HAHA.


Selama kegiatan snorkeling, kita diberikan fasilitas untuk foto underwater, lho. Ada spot khusus yang memang disediakan untuk berfoto bawah air, dengan adanya patung, sepeda, vespa, tulisan Pahawang dan Taman Nemo, serta banyak lagi. Saya juga sempat berfoto bawah air, tapi lupa di mana nyimpen file-nya, masih dicari, nih.


Perjalanan berikutnya adalah mampir ke Pulau Pahawang Kecil. Setelah lelah-lelah berenang tentunya saya perlu yang panas-panas, apalagi kalau bukan kopi! Kopi panas sudah di tangan, saya berkeliling dan menemukan titik yang pas untuk duduk. Pohon rindang yang tumbuh di sebelah pembatas bebatuan menarik perhatian saya. Berjam-jam saya duduk di bawah pohon itu, sendirian, menikmati hamparan biru di hadapan saya, dengan lagi-lagi, aroma laut yang terbawa deru angin yang merasuki pikiran saya.



Setelah itu rombongan menuju Pulau Kelagian Lunik. Masih sama dengan Pahawang Kecil, pulau ini didominasi dengan hamparan pasir putih dan mangrove yang masih rapat. Tapi apa daya, perjalanan Bekasi-Lampung semalaman duduk di bis dan ga dapet tidur yang proper di kapal, sedang paginya langsung berenang, membuat tubuh saya berteriak. Ditambah, pagi itu adalah hari pertama saya mens. Sakitnya combo. Akhirnya saya putuskan buat tiduran aja di kapal kayu, sekalipun terombang-ambing, tapi kalau untuk turun, saya udah nyerah.

Sekitar jam 4 sore, kapal bertolak kembali ke Ketapang, tempat saya menginap. Setelah mandi, jajan, minum panadol merah karena badan udah sakit semua, saya berniat untuk memburu sunset di dermaga yang lokasinya beberapa ratus meter dari penginapan.


Sekembalinya dari mengejar sunset, sekitar jam 9 malam saya berniat kembali lagi ke dermaga. Kangen banget duduk di dermaga malem-malem sambil ngopi kayak pas magang dulu. Ternyata eh ternyata, jam 9 malam sudah gak ada aktifitas di sana, warung sudah tutup, dermaga juga gelap banget. Kirain di pulau mana pun, semakin malam semakin ramai, ternyata nggak. Akhirnya saya putuskan kembali ke penginapan dan segera tidur.
Bentukan dermaganya kalau malam
Senin, 25 Desember 2017, 05:00 WIB
Saatnya berburu sunrise! Yang saya senangi dari sunrise di sini adalah, setiap waktu selalu muncul semburat warna yang baru. Misalnya, dari yang awalnya biru semua, kemudian sedikit muncul kuning, jingga, lalu merah muda, hingga ungu. Awannya pun berbentuk seperti kapas, jadinya kayak gula-gula kapas pas langitnya warna merah muda.
Sunrise
Setelah puas foto-foto, diberikan waktu bebas sampai jam 10 nanti. Saya putuskan untuk keliling sendiri, beli baju yang ada tulisan Pahawang-nya, lalu kembali ke penginapan untuk mandi dan packing.

Perjalanan pulang dimulai jam 10 pagi, kemudian berhenti sebentar di tempat oleh-oleh sebelum menuju Bakauheni. Saya borong kopi aja, gak tau lagi mau beli apa. Gimana nggak? Emak saya ditanya mau dibawain apa malah nanya "Kamu emang ke mana?" Hhhhhh.
Sekitar pukul 1 siang, saya sudah di pelabuhan. Kali ini saya dapat kapal yang 180 derajat berbeda dengan kapal waktu saya berangkat. Dari interior aja udah jauh banget, kapal ini dilengkapi furnitur macem sofa, bar dengan karaoke, bioskop, ruang menyusui, dan banyak ruangan lainnya yang bagus banget, kayak di hotel. Bandingannya kayak kapal Ghost Ship ama kapal Titanic deh. Setelah saya browsing, ternyata harganya sama, dan untung-untungan aja kita dapet kapal yang mana.
Sekitar pukul 6 sore, saya sudah bis yang saya tumpangi keluar dari Merak dan saya sampai di Jakarta pukul 10 malam, untung masih dapat kereta. Sebelumnya sempat ada kendala jadi perjalanannya lebih lama. Yang saya rasakan sih emang ombaknya sedikit lebih "berasa" di perjalanan pulang ini, mungkin itu yang membuat kapal melaju lebih lama.

Oke sekian cerita perjalanan saya waktu di Lampung, yang libur tahun baru 2018 nya saya lanjutkan di Banten.

See you on the next post!

2 comments:

  1. Seru juga kyknya naik kapal, dan Kok bisa se spesifik itu yah sebutin nama spesies lautnya haha...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, Mudassir!
      Naik kapal itu seru banget, lho. Apalagi kalau perjalanan malam hari, syahdu rasanya. Haha.
      Kebetulan saya kuliah biologi konsentrasi biologi kelautan, jadinya sedikit banyak hafal spesies laut yang umum ditemui, hehe.

      Delete