Monday 14 May 2018

Bertandang ke Rumah Dugoni Si Dugong

Foto: www.arkive.org
Hai teman-teman! Perkenalkan, aku adalah duyung, namaku Dugong dugon, keluargaku biasa memanggilku Dugoni, untuk membedakan dengan saudaraku, Dugona. Aku tinggal di laut, sama seperti Sharkie Si Hiu, Aplanci Si Bintang Laut, juga Chelonia Si Penyu. Hmm, kalian pasti bingung ya, kok rupaku tidak seperti ikan duyung yang ada di film kartun di televisi. Aku jelaskan ya, putri duyung yang ada di televisi adalah sebuah mitos dan cerita legenda, mereka tidak benar-benar ada. Akulah duyung yang asli, dan ingat, aku bukanlah ikan. Aku ini berasal dari keluarga mamalia, sama seperti kalian, kami bernapas menggunakan paru-paru, bukan insang.

Ibuku mengandungku selama 14 bulan, dengan jarak sekitar 3 hingga 7 tahun antara saudaraku. Cukup lama, bukan? Tapi memang begitulah sifat alami kami. Ibu menyusuiku hingga usiaku mencapai 14-18 bulan. Aku selalu berenang berdekatan dengan Ibuku hingga usiaku mencapai tujuh tahun dan dapat menjalani hidupku sendiri. Sebutanku yang lain adalah sapi laut, lucu, 'kan? Hobiku juga sama lho dengan Tauri Si Sapi, yaitu merumput! Hayo, kalian pasti bingung ya, memangnya di dalam laut ada padang rumput? Kalau begitu, mari ikut aku!

Foto: www.arkive.org
Selamat datang di padang lamun, teman-teman, inilah habitatku. Bentuknya mirip dengan padang rumput di darat kan? Bedanya, tempat tinggalku ini berada di bawah air. Aku tinggal di pesisir laut dari kedalaman dangkal sampai sedang, yang pasti terdapat padang lamun karena lamun adalah makanan kesukaanku! Mari kita lihat rumahku dari dekat!

Foto: http://ocean.si.edu/seagrass-and-seagrass-beds
Foto: https://www.worldwildlife.org/species/dugong
Beginilah bentuk lamun jika dilihat dari dekat, mirip rumput di halaman rumah kalian, 'kan? Kalau begitu, kalian pasti bertanya-tanya, mengapa rumput laut yang aku maksud berbeda dengan rumput laut yang biasa kalian konsumsi dalam bentuk agar-agar atau es campur? Rumput laut yang biasa kalian konsumsi, berasal dari kelompok makroalga, yang tidak memiliki akar dan daun sejati, jadi sebutan "rumput laut" biasa dipakai untuk nama dagang saja. Nah, sedangkan lamun memiliki akar dan daun sejati, jadi lamun-lah "rumput laut" yang asli! Eits, hati-hati, tentunya kalian tidak bisa memakan lamun karena rasanya benar-benar seperti rumput dengan tambahan sedikit rasa asin, hihihi.

Foto: http://ocean.si.edu/ocean-photos/algae-vs-seagrass
Ada sekitar 13 jenis lamun di Indonesia dari 60 jenis lamun yang ada di dunia, mulai dari yang ukurannya kecil, sampai yang besar, namun jenis lamun yang paling aku sukai ada tiga, yaitu Cymodocea sp., Halodule sp., dan Halophila sp. Mengapa? Karena jenis-jenis tersebut ukurannya cukup kecil dan halus bila dibandingkan dengan jenis lainnya, sehingga memudahkanku untuk mencernanya dalam perutku, hohoho. Ya walaupun begitu, aku juga tidak menolak jika harus memakan jenis-jenis lamun yang lain. Aku ini banyak makan lho, dalam sehari bisa menghabiskan hingga 25 kg lamun basah. Hayo siapa di sini yang juga suka makan sayuran buatan Ibu kalian??

Cymodocea rotundata
Foto: http://www.seagrasswatch.org/id_seagrass.html
Halodule uninervis 
Foto: www.arkive.org
Halophila ovalis 
Foto: www.arkive.org
Sekarang kalian tahu kan, mengapa aku dan keluargaku sangat bergantung pada kelestarian padang lamun? Ya, karena padang lamun adalah rumah kami, juga rumah kalian. Mengapa aku bilang padang lamun juga rumah kalian, rumah kita? Karena padang lamun memiliki peran yang penting dalam kehidupan kita. Contohnya, lamun juga sama seperti tumbuhan di darat, mereka menyerap karbondioksida untuk fotosintesis dan menghasilkan oksigen untuk kita bernapas, juga mengurangi kadar karbondioksida yang ada di atmosfer sehingga membantu meminimalisir dampak perubahan iklim. Contoh lainnya, padang lamun menyediakan tempat bagi hewan-hewan laut untuk singgah, berlindung, mencari makan, bertelur dan merawat anak-anaknya, seperti ikan baronang, rajungan, bulu babi, kepiting, bahkan penyu. Akar lamun yang berbentuk rimpang juga membantu pertahanan pantai dari gerusan gelombang. Padang lamun juga berperan untuk menyaring sedimen-sedimen dan limbah dari daratan agar tidak mengganggu kehidupan di laut lepas.
Padang lamun sebagai 'rumah' bagi berbagai spesies
Foto: http://www.alertdiver.com/MangrovesAndSeagrass
Namun semuanya bisa hilang begitu saja apabila kita tidak saling membantu menjaga kelestarian ekosistem padang lamun, juga kelestarian duyung. Saat ini padang lamun terancam dengan masalah pencemaran air, reklamasi, pembangunan fisik di garis pantai, juga penangkapan ikan menggunakan bom. Coba kalian perhatikan, sejak tadi kita berkeliling, jarang sekali kalian bertemu dengan saudara-saudaraku yang lain, kan? Selain karena sifat alami kami yang sedikit berkembang biak, juga memang keberadaan kami sudah berkurang. Beberapa hari lalu pamanku, Dugo, mati begitu saja akibat tersangkut di jaring tangkap perikanan secara tidak sengaja. Juga perburuan besar-besaran terhadap keluargaku yang lainnya demi mendapatkan daging, gading, serta airmata kami yang katanya bernilai tinggi. Belum lagi beberapa kerabatku yang mati terdampar akibat keracunan tumpahan minyak yang berasal dari kapal tanker.

Contoh pembangunan yang mengganggu keberlangsungan padang lamun
Foto: http://www.seagrasswatch.org/news_Jan2016archives.htm
Foto: http://www.habitatadvocate.com.au/?cat=1744
Bayangkan, habitat kami rusak, jumlah kami juga berkurang, ditambah dengan sifat alami Ibu kami yang tidak banyak melahirkan anak-anak duyung, sampai kapankah kami akan bertahan?

Lalu, bagaimana caranya agar kalian dapat membantu kami?
Pertama-tama, kalian bisa menyebarkan informasi mengenai padang lamun dan keberadaan duyung seluas-luasnya agar seluruh teman-teman mengerti bahwa kami ada. Kalian juga bisa mencantumkan #DuyungmeLamun dalam setiap tautan yang kalian buat. Jangan lupa juga untuk selalu mengingatkan kawan-kawan yang tinggal di daratan, untuk tidak membuang sampah sembarangan, terutama di sungai. Karena sampah-sampah itu akan mengalir ke laut, ke rumah kami. Perilaku itu akan membuat air laut menjadi keruh, sehingga menghalangi sinar matahari menembus padang lamun yang menyebabkan lamun sulit berfotosintesis untuk menghasilkan oksigen bagi kita semua. Nah, saat liburan sekolah nanti kalian bisa ikut dengan para Bapak-bapak di Taman Nasional untuk melakukan transplantasi atau penanaman kembali lamun-lamun yang baru, sekaligus bisa tolong ingatkan Pak Nelayan yang masih menggunakan bom untuk berpindah ke alat tangkap ikan yang lebih ramah lingkungan. 

Salah satu contoh metode transplantasi lamun
Foto: Dokumentasi pribadi (2014)
Keberadaan duyung dibutuhkan untuk menjaga agar padang lamun senantiasa berganti dengan lamun-lamun baru, karena perilaku makan kami yang rakus, membuat lamun yang baru terus bertumbuh menggantikan lamun yang kami makan, hihi. Jika kami punah, maka keseimbangan ekosistem padang lamun akan terganggu sehingga tak akan ada lagi ikan-ikan dan kerang-kerang, bahkan kepiting yang biasa menghiasi meja makan kalian.

Satu lagi yang paling penting, jangan pernah membeli apapun yang berasal dari tubuh kami. Kalian ingin daging? Masih ada daging Tauri Si Sapi yang enak sekali jika dipanggang. Yum! Juga ada lebih banyak khasiat dan kandungan nutrisi yang baik pada tetanggaku, Si Gemuk Tuna. Hihi.

Tidak lupa, aku ingin berterima kasih kepada para ahli di DSCP Indonesia, atas kerja kerasnya dalam mengupayakan agar populasi kami tetap terjaga. Teman-teman juga dapat bergabung dengan kakak-kakak di sana yang siap membantu menjaga kelestarian kami, lho! Atau kalian dapat berkunjung ke website mereka di www.dugongconservation.org, untuk berkenalan dengan dugong-dugong dari negara lain!

Sesungguhnya kita saling membutuhkan satu sama lain demi terjaganya keseimbangan ekosistem.

Foto: http://www.habitatadvocate.com.au/?cat=1744

Laporan Survei Dugong dan Habitat Lamun oleh Juraij dkk. yang diterbitkan oleh WWF Indonesia pada Mei 2017
Dugong Bukan Putri Duyung oleh Anugrah Nontji diterbitkan yang pada April 2015

2 comments:

  1. Ayooo lanjut postingannya jangan dianggurin,
    semangat nulis lagi bu Azkiya :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siaaaap Pak Dian, terima kasih semangatnya.. Kangen TWC lagi nih saya...

      Delete