Sunday 17 September 2017

Harga dari Sebuah Pelajaran


Hm. Sebenarnya saya tidak ingin menulis atau membuka suara mengenai hal ini. Saya lebih memilih untuk mengamati kebenarannya terlebih dahulu, tetapi hal ini terus-terusan mengganggu pikiran saya yang saat ini, detik ini, sedang berusaha menyelesaikan beberapa pekerjaan yang bertenggat kurang dari dua belas jam lagi.


Ini terkait dengan maraknya penipuan mengatasnamakan penerbit indie yang menyelenggarakan kegiatan lomba menulis cerita pendek dan puisi, yang sudah beberapa bulan ini saya ikuti dengan semangat dan agaknya, terlampau membabi buta. Kegiatan ini menggunakan media sosial facebook sebagai media publikasinya, yang berarti membuka kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh penulis di Indonesia untuk ikut serta dalam kegiatan ini. Dengan persyaratan yang mudah, gratis, dan iming-iming hadiah bagi pemenang dan kontributor yang menurut saya cukup menggiurkan: karya akan diterbitkan dan terdaftar dalam ISBN. Bagaimana tidak? Sebagai seorang yang sedang gencar-gencarnya menggeluti dunia penulisan tentunya saya sangat tertarik dalam mengikuti kegiatan ini.

Singkat cerita, dari delapan karya cerita pendek yang saya kirimkan selama kurang lebih dua bulan belakangan, hanya satu yang gagal menempati posisi kontributor, apalagi pemenang. Lima di antaranya masuk ke jajaran kontributor dan dua sisanya masih belum diumumkan. Satu karya yang gagal merupakan karya pertama saya dengan penyelenggara, dalam hal ini penerbit indie, yang cukup besar dan terpercaya. Namun hal itu tidak membuat saya menyerah, justru semakin gencar mengikuti ajang-ajang yang diselenggarakan oleh penerbit indie lainnya.

Karya-karya berikutnya melenggang dengan mulus ke jajaran kontributor, bahkan salah satu di antaranya menduduki posisi juara satu. Sejujurnya saya sempat curiga jika suatu hal baik datang terus menerus tanpa diselingi hal buruk, rasa-rasanya ada yang salah.

Benar saja, tiga karya yang saya kirimkan ke tiga penyelenggara yang berbeda, semuanya berakhir tanpa keterangan. Bahkan salah satunya sudah saya lunasi pembayaran PO-nya dengan nilai hampir mencapai 150.000 rupiah.

Sedih? Tidak. Untuk apa?
Kecewa? Jelas.
Marah? Iya. Tapi, kembali, untuk apa? Kepada siapa?

Seharusnya saya lebih banyak bersyukur, nilai rupiah dengan besaran itu belum ada apa-apanya bila dibandingkan kegagalan yang pernah menimpa keluarga saya di masa lampau. Saat itu saya berusia kurang lebih 12 tahun ketika Ayah saya dilanda kerugian dengan nilai lebih dari 1 M dan hampir memorak-porandakan seluruh hidup kami.

Harusnya saya lebih bersyukur, beberapa peserta masih duduk di bangku sekolah dan nilai rupiah sebesar itu berarti berpuasa selama beberapa pekan, bahkan beberapa bulan, sementara saya, dengan kehendak Allah, masih akan mendapatkan penggantinya dari penghasilan yang saya terima setiap bulannya.

Harusnya saya lebih bersyukur, saya belum jauh terjatuh ke jurang yang lebih dalam, tetapi Allah sudah 'mengangkat' saya sehingga saya dapat lebih berhati-hati dalam melangkah. Banyak peserta yang bernasib lebih buruk ketimbang saya, mereka yang 'tersandung' dengan lebih dari satu penerbit abal-abal, juga mereka yang telanjur memesan buku dalam jumlah banyak, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meminjam uang orang lain terlebih dahulu untuk menalanginya.

Jujur saja sebelumnya saya enggan berkomentar dalam menanggapi hal ini. Saya memilih untuk diam dan tetap mengamati perkembangan yang terjadi di luar sana. Mengapa? Saya terlalu takut dengan justifikasi dari orang lain yang akan melontarkan:
"Makanya jangan sembarangan ikut lomba!"
"Udah deh, besok gak usah ikut-ikut kayak gituan lagi!"
"Kan udah sering dikasih tau, hati-hati kalau milih penerbit!"
Dan hal-hal serupa yang semakin membuat diri saya merasa kecil dan sia-sia, saya menghidari hal itu, sejujurnya. Namun seperti yang saya sebutkan di atas, bahwa dengan menuangkan semuanya mungkin akan membuat saya berhenti memikirkan hal-hal yang tidak perlu dan menghambat keberhasilan saya.

Penerbit indie yang sudah saya lunasi pembayarannya merupakan penerbit yang telah terdaftar di ISBN, sehingga saya percaya bahwa semua akan baik-baik saja, nyatanya tidak demikian. Hal itu membuktikan bahwa saya tetap berhati-hati walaupun langkah yang saya ambil terlalu membabi buta.
Trauma? Tidak. Saya hanya perlu lebih berhati-hati. Ini bagian dari pelajaran, yang saya dapatkan dengan sangat murah bila dibandingkan dengan teman-teman penulis lain yang mungkin saja menjalani kuliah atau kursus dengan biaya berkali-kali lipat lebih besar.

Untuk teman-teman yang bernasib sama, yang sedang tinggi-tingginya memanjat dunia literasi dan kemudian jatuh terpelanting sedemikian kerasnya, tidak apa-apa kalau kalian ingin rehat sejenak, semuanya membutuhkan pemulihan, kan?
Tetapi, kembali bangkitlah karena kita baru saja menapaki satu anak tangga yang membawa kita naik semakin tinggi lagi.

No comments:

Post a Comment