Monday 13 March 2017

Belajar Dari Kecemburuan

Hari ini, tidak seperti biasanya, Azzam (3 thn) menangis setelah berebut tempat pensil dengan Arga (4 thn), yang mana kejadiannya sama sekali tidak saya saksikan. Saat itu saya terlalu fokus 'menjinakkan' Attar (3 thn) yang entah mengapa hari ini sangat sulit settle. Azzam adalah tipikal anak yang lebih mandiri dan pendiam, dibandingkan Attar yang memang perlu pengawasan lebih ketat karena ia lebih suka bergerak. Meskipun keduanya (dan semua murid di kelas) tetap saya awasi satu per satu.


Hari ini Attar hanya mau bermain di luar, sedangkan kelas harus tetap berjalan di dalam. Segala rayuan dan usaha rasanya sudah saya terapkan, namun ia tak kunjung settle. Hingga akhirnya, saya memancingnya dengan cerita pasir ajaib, yang seketika membuatnya mau mengikuti langkah saya ke dalam kelas dan duduk di pangkuan. Tapi, namanya juga Attar, mungkin masih ingin bergerak, akhirnya ia lompat-lompat, literally lompat-lompat di atas pangkuan saya. Dismenorrhea dahsyat, ditambah paha yang bonyok, cukup membuat saya banyak istighfar hari ini.

Azzam telah ditangani oleh rekan saya, karena saya masih dalam usaha 'mengikat' Attar agar tidak kabur-kaburan lagi 😂. Setelah semuanya settle, Azzam sudah lebih tenang dan mau bergabung dengan teman-temannya kembali, Attar pun sudah mau duduk sendiri, saya menghampiri Azzam dan memangkunya, dengan tujuan membangun kembali mentalnya agar merasa terlindungi, serta menjembatani kedua belah pihak karena Arga nampaknya terus menerus mengintervensi Azzam dengan permohonan maaf yang agaknya sedikit memaksa. 😂

Beberapa menit kemudian, kelas sudah mau selesai, ternyata Attar duduk menyendiri menghadap tembok, dan tidak mau dibujuk oleh siapapun. Dengan wajahnya yang terlipat dan matanya yang berkaca-kaca, ia menolak segala ajakan yang diberikan oleh rekan-rekan saya. Naluri saya berkata, anak ini cemburu. Akhirnya, saya melepaskan Azzam yang sudah bisa berbaur kembali, dan menghampiri Attar dengan tangan terbuka. Belum juga saya berbicara, ia langsung menghambur ke pelukan saya, sambil sedikit meneteskan air mata. Ternyata benar saja dugaan saya. 😂

Ilmu parenting saya sangat sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Sulit rasanya menghadapi anak-anak usia 3-8 tahun dengan tingkahnya yang beragam. Satu yang saya pelajari, anak-anak tidak pernah berbohong, mereka tulus. Rasa-rasanya saya tidak rela mereka beranjak dewasa dan menghadapi dunia yang penuh dengan ketidak-tulusan.

Arga yang merasa bersalah, tidak malu mengakui kesalahannya dan mau meminta maaf dengan gentle, juga tidak pantang menyerah saat permohonan maafnya perlu beberapa kali diajukan sebelum akhirnya diterima. Di mana saat ini orang dewasa sibuk mencari kesalahan orang lain, tanpa pernah melihat bahwa dirinya juga manusia yang tidak sempurna. Di mana saat ini maaf hanya sekedar kata, pemanis citra bagi dirinya sendiri. Di mana orang dewasa sulit mengerti bahwa beberapa rasa sakit perlu waktu lebih lama untuk sembuh.

Azzam yang berjiwa besar, mau menerima permohonan maaf dari Arga, walau melewati beberapa kali percobaan. Ya, saat ia belum bisa memaafkan, ia tidak menerimanya. Dan setelah hati dan jiwanya sudah bisa menerima, ia tidak mengulur-ulurnya lagi. Di mana saat ini orang dewasa menaruh dendam di balik senyum dan maaf mereka. Di mana saat ini orang dewasa bersalaman dengan tangan kanan, dan pistol yang saling menuding di tangan kiri mereka.

Attar, rasa yang ia miliki begitu tulus, walaupun itu sebuah kecemburuan. Di mana saat ini orang dewasa terbiasa dengan senyum di hadapan dan umpatan di balik punggungnya.

Tumbuh dewasalah, Nak. Peliharalah ketulusanmu, walau dunia sedikit demi sedikit mengikisnya.

No comments:

Post a Comment